Diksi, Persepsi, Substansi, dan Kebenaran

DIKSI, PERSEPSI, SUBSTANSI, apa hubungannya dengan kebenaran. Kata-kata ini terngiang-ngiang di kepala saya sepanjang perjalanan pulang dari kampus setelah kuliah metode penelitian.  Awal mula dari kemelut dalam kepala saya adalah apakah kebenaran itu relatif atau absolut?  Seperti waktu yang dulu di katakan absolut ternyata relatif, saya tergoda untuk mengetahuinya.  Dari diskusi dengan teman-teman sekelas, kebanyakan teman-teman mengatakan bahwa kebenaran itu relatif.  Tanpa bermaksud mendebat untuk mencari pembenaran, saya utarakan pemikiran saya walaupun mungkin terkesan saya agak terbawa emosi (bukan untuk marah, tapi terlalu bersemangat).  Adapun pertanyaan tersebut ditanggapi dengan penjelasan yang... mungkin terlalu subjektif untuk menilai jadi saya tampilkan disini saja, biar pembaca yang menilai.

Pertanyaan: Apakah kebenaran itu mutlat atau relatif?
Jawab : Mutlak, kebenaran yang kita ketahui dibumi ini adalah kebenaran yang kita sepakati bersama.  Jadi kebenaran itu relatif dan hasil kesepakatan, sedangkan kebenaran mutlak adalah kebenaran yang hanya berasal dari Tuhan diturunkan melalui wahyu.
Ada banyak jawaban untuk pertanyaan ini, namun dari pemikiran saya yang sama terbatasnya dengan teman-teman yang lain memiliki pendapat yang lain juga.  Jika kebenaran mutlak adalah hanya dari Tuhan, bagaimana dengan 1+1= 2, apakah harus dengan wahyu untuk mengajarkan manusia bahwa 1+1= 2?  Menurut saya tentu saja tidak, 1+1= 2 adalah pengetahuan yang bukan wahyu. 

Tapi apakah kebenaran dari penjumlahan tersebut relatif?  Ada yang berpendapat relatif, Dengan Analogi 1). Satu tiang tambah satu tiang sama dengan dua tiang!  Apakah kebenaran dalam pernyataan tadi relatif? Dimana letak relatifitasnya? 
Kita bisa sepakat bahwa ada 1 tiang, ditambah 1 tiang menjadi dua tiang.  Namun menurut saya apa yang kita sepakati disini adalah masalah DIKSI, atau pemilihan kata, kita bisa sepakat bahwa ada “tiang”, atau “pillar”, bisa juga ada “satu”atau  “one”, disini dapat kita pahami bahwa apa yang kita sepakati adalah tentang DIKSI, tetapi tidak menyentuh SUBSTANSI.

Menurut saya kebenaran ada pada substansinya, misalnya ada satu tiang, tiang itu berada di tengah lapangan istana negara.  Maka ditengah lapangan istana negara ada satu tiang, tanpa memerlukan kesepakatan atau pendapat dari orang yang berada di Bandung, atau Bogor, atau Pontianak tiang itu ada di lapangan istana Negara Jakarta.  Bisakah kita mengatakan kebenaran itu relatif? Menurut saya itu mutlak.
Analogi 2). Seorang buta memegang seekor gajah, dan yang dipegangnya hanya daun teliganya.  Maka di mengatakan bahwa gajah itu lebar dan tipis karena dia hanya memegang telinganya.  Apakah pernyataan ini membenaran pernyataan bahwa kebenaran itu relatif?  Jika ya,  maka kita tidak dapat menyalahkan orang buta tadi yang menyatakan bahwa gajah itu tipis dan lebar.  Selanjutnya kita tidak perlu membetulkan pengetahuaannya tentang gajah karena di benar secara relatif.  Bukankah demikian?

Menurut saya, permasalahan disini bukan soal kebenaran itu relatif, tapi gajah tadi adalah representasi dari apa yang disebut persepsi.  Persepsi terbentuk dari pengalaman panca indera dan pengolahannya dala pikiran kita.  Persepsi orang tunanetra tadi tentu tidak benar, karena kenyataannya gajah ituberbentuk seperti gajah, itulah gajah.  Apakah perlu pendapat orang-orang untuk menyatakan bentuk gajah seperti itu?  Tentu tidak, yang kita sepakati adalah tentang diksi yang lahir dari persepsi bahwa binatang yang besar dalam gambar ini (misalnya) adalah gajah.

Implikasi dari Kebenaran Relatif
Jika kita menganggap kebenaran itu relatif, maka kita tidak bisa menyalahkan seseorang yang bertindak kriminal jika dia menganggap apa yang dilakukannya adalah suatu kebenaran, karena ia berhak menyatakannya sesuai prinsip kebenaran relatif dan ia memiliki teman-taman yang dapat menyatakan dia (si kriminil) benar.
Apakah Tuhan itu benar-benar ada? Jika ada, apakah adanya karena kesepakata kita (relatif) atau karena Dia memang ada?  Menurut saya pribadi, Tuhan ada karena Dia memang ada tanpa perlu kesepakan kita.
Kebenaran dan keberadaan adalah sesuatu yang mutlak dalam skala pikiran manusia, yang relatif adalah persepsi dan diksi.

Post a Comment for "Diksi, Persepsi, Substansi, dan Kebenaran"